Senin, 12 Juli 2010

Proyeksi KEKHILAFAHAN Islam ~ by m iman taufiqurrahman


Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah (2) ayat 30)

Allah SWT adalah Al-Maalik (Raja) semesta raya [3/189, 25/2], dalam pengertian, Dia-lah Penguasa Mutlak -yang segala Kehendak-Nya dipatuhi [3/26] secara pasrah (aslama) oleh- hamba-Nya baik secara otomatis (Karhan) atau sukarela (Thaou’an) [3/83].


Ketaatan yang otomatis adalah ketaatan yang dipersembahkan oleh alam semesta, sementara ketaatan yang sukarela dipersembahkan secara khusus oleh manusia. Oleh Karena itu dengan kehendak-Nya pulalah Allah Al-Maalik memberi kebebasan kepada manusia dalam memilih apakah ia mau taat pada kekuasaan Allah Al_Malikul Haqw, atau tidak, tentu dengan konsekwensi yang pasti ditanggung manusia itu sendiri . Legalitas makhluk ada ditangan’ Allah SWT.

Al-Maalik berarti “Pemegang Kedaulatan tertinggi” atas seluruh makhluk-Nya. Sehingga Allah SWT-lah yang menjadi Pemegang otoritas (hukum) tertinggi atas makhluk-Nya. Hanya Allah SWT-lah yang berhak menata alam ini dengan tatanan hukum Allah [18/29].

Allah SWT sebagai Rabbul Aalamin (pemilik otoritas mutlak di alam) menata alam ini dengan tatanan hukum-Nya sehingga melahirkan keteraturan yang harmonis [1/2, 67/1-3].

Allah SWT sebagai Rabbun Naas (pemilik otoritas mutlak atas manusia) telah menurunkan Al-Qur’an sebagai Kitab hukum untuk manusia [7/2-3, 6/114]. Sehingga seandainya manusia mau tunduk pada hukum Allah baginya -yaitu Al-Qur’an-, pasti akan lahir tatanan masyarakat yang teratur dan harmonis. Bahkan efek positif dari ketundukan terhadap hukum Allah tersebut akan membawa kesejahteraan sejati baik lahir maupun bathin dan keselamatan baik dunia hingga menembus kehidupan setelah mati (akhirat) [9/52].

Allah SWT sebagai Ilah Al-Aalamin (pemilik loyalitas mutlak seluruh Alam) dengan Kuasa dan kehendak-Nya telah menundukan alam ini semuanya. Tetapi khusus untuk manusia, Allah SWT -dengan Kehendak Agung-Nya- memberi kebebasan kepada manusia sehingga manusia dalam mentaati hukum-hukum Allah SWT tersebut mesti dengan ketaatan yang sukarela dan usaha (ikhtiyar) [53/39].

Inilah hakikat nilai-nilai theologis yang praktis dimana Allah SWT Sebagai Raja (Al-Malik) telah memberlakukan hukum perundang-undangan-Nya dalam Kerajaan-Nya, dan hamba-Nya –dalam kerajaan-Nya itu-, wajib secara teleologis mentaati tata aturan tersebut.

@@@
Kerajaan (Pemerintahan) Allah SWT itu, wilayahnya meliputi langit dan bumi [17/111]. Dan di Bumi, Mulkiyyah (pemerintahan) Allah ini di amanahkan kepada manusia dalam bentuk Khilafah [2/30], Dimana dalam khilafah / daulah tersebut diberlakukan Hukum-hukum Allah yang bersumber kepada Al-Qur’an sebagai sumber hukum tertinggi [5/48-50].

@@@

Sejak awal, manusia sudah diproyeksikan dan dikehendaki oleh Allah SWT sebagai Khalifah, dan manusia yang dimaksud adalah Nabi / Rasul (Adam AS) [2/30].

Hal ini telah memperjelas bahwa para Rasul adalah pemegang mandat (mandataris) Allah di muka bumi. Allah SWT menyebutkan bahwa para Rasul itu membawa dan menyelenggarakan kerajaa-Nya dengan berbagai term (istilah) seperti Khilafah [2/30, 24/55], Al-Mulku (kerajaan)[40/26-29, 38/35], Mulkan Adzhiman (kerajaan yang besar)[4/54], Sulthan Mubin (pemerintahan yang jelas)[14/59]. Mereka bertugas menyelenggarakan pemerintahan dan memberlakukan hukum Allah serta menuntut warga / rakyatnya untuk taat kepada tata aturan Allah yang diuselenggarakan oleh para Rasul.

Rasul berarti penyelenggara mulkiyyah Allah SWT dimuka bumi. Sehingga mendengar kata Rasul harus otomatis persepsi kita bukan pada sosok ‘tokoh spiritualis’ yang hanya membawa nilai-nilai spiritual dan ritual semata, tapi dia adalah sosok pemimpin pemerintahan Allah di muka bumi, yang berjuang untuk membawa kerajaan (pemerintahan) Allah tersebut pada kejayaannya, berkuasa hingga meliputi seluruh bumi ini. Sekaligus menghancurkan segala pemerintahan manusia yang menjadi rivalnya [48/28, 2/193].

Sejarah para Rasul berarti sejarah perjalanan dan perjuangan kekuasaan Islam bukan perjuangan dan perjalanan pribadi.

Pemerintahan manusia oleh Allah SWT disebut Thaguth, cirinya adalah pada siapa pemegang kedaulatan tersebut diserahkan. Jika pemegang kedaulatannya adalah manusia, baik manusia kebanyakan (demokrasi), maupun seorang raja (monarki), maka itu adalah Thaguth.

Atau dalam pemberlakuan hukum positifnya. Jika hukum yang diberlakukannya adalah hukum yang bersumber pada pikiran manusia bukan kepada wahyu Allah, maka itupun adalah pemerintahan Thaguth. Ketundukan dan penerimaan terhadap pemerintahan manusia berarti pengabdian (ibadah) kepada Thaguth dan itu berarti syirik yang besar, pelakunya adalah musyrik [2/256-257, 5/60, 39/17].

Pemerintahan manusia (thaguth) inilah yang akan dihancurkan sekaligus wilayahnya dikuasai oleh para rasul Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar