“Kaum Musa berkata: "Kami Telah ditindas (oleh Fir'aun) sebelum kamu datang kepada kami dan sesudah kamu datang. Musa menjawab: "Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi(Nya), Maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu” (QS Al-A’raf (7) ayat 129)
Manusia telah diciptakan oleh Allah SWT dengan tujuan agar ia mengabdi (ibadah) semata-mata kepada Allah. Ibadah kepada Allah dengan panduan wahyu (Al-Qur’an). Sebab tanpa panduan wahyu adalah ibadah yang ngawur (sesat). Tetapi ada permasalahan yang sangat besar ditengah-tengah kehidupan manusia. Ada thaguth yang merusak cara dan upaya ibadah ummat dengan cara menyelewengkan ajaran wahyu [5/41, 5/13, 4/44-46 ], menyembunyikan kandungan essensialnya [2/144-147, 2/159], Menjauhkan dari pemahaman masyarakat [28/36-37]. Ini semua bertujuan pada satu arah: agar kekuasaan Thaguth tetap eksis berdiri dan bebas menghisap darah dan keringat rakyat (dzalim). Inilah bentuk penjajahan manusia (thaguth) terhadap manusia lain. Bentuk pengabdian manusia kepada manusia (thaguth).
Hasilnya: lahirlah kondisi masyarakat yang menyimpang dari wahyu [5/41], masyarakat yang bodoh terhadap nilai-nilai wahyu [2/75-79], masyarakat yang dzalim (menindas) [4/76], dan masyarakat yang sesat (jauh dari kebenaran) [62/2].
Manusia butuh kepada pihak yang akan menghilangkan kondisi-kondisi tidak ideal tersebut. Disinilah pentingnya keberadaan Rasul, dan butuhnya manusia akan adanya Rasul, sebab seandainya Rasul tidak ada ditengah-tengah masyarakat manusia, maka masyarakat manusia tidak akan mampu menunaikan tugas hidupnya.
Allah mengutus Rasul dengan tujuan:
1. Menghancurkan Sistem Pemerintahan Thaguth yang Dzalim
Biang kerusakan manusia adalah pemerintahan thaguth, oleh karena itu jika suatu negri menolak dakwah Rasul maka negri tersebut pasti akan dihancurkan oleh Allah SWT, hingga lenyaplah kedzaliman [29/31, 28/58-59, 17/16].
Adzab Allah, hingga hilang dan lenyapnya pemerintahan Thaguth yang dzalim bisa berupa kejadian luar biasa seperti badai, gempa bumi dan lain lain, bisa juga berupa kekalahan perang melawan mukminin [9/14-15].
2. Meluruskan kekeliruan pemahaman manusia atas wahyu Allah
Rasulullah diutus oleh Allah SWT membawa wahyu (Al-Qur’an) bertujuan agar manusia yang sudah tersimpangkan pemahamannya oleh thaguth –tentang wahyu-, dapat diluruskan kembali pemahamannya. Karena itulah Rasul dengan Al-Qur’an menjadi Muhaiminan (batu ujian) yang menentukan benar tidaknya pemahaman atas wahyu tersebut [5/48].
3. Mengajarkan nilai-nilai wahyu
Allah juga mengutus Rasul dengan tujuan mengentaskan kebodohan masyarakat dari wahyu, sehingga kelak diyaumul akhir tidak ada lagi alas an manusia dihadapan Allah bahwa ia tidak tahu [4/164-165]. Ini juga bentuk daripada keadilan Allah SWT.
4. Mengentaskan kesesatan manusia
Pada Akhirnya Rasul juga diutus untuk menghilangkan kesesatan manusia [62/2].
Seandainya Allah SWT tidak mengutus manusia pastilah manusia akan senantiasa berada dalam penjajahan thaguth yang dzalim, sesat, menyimpang dari wahyu dan bodoh terhadap wahyu. Padahal wahyu ini adalah pedoman satu-satunya bagi manusia untuk mengabdi (ibadah). Ringkasnya manusia tidak akan mampu beribadah dengan benar tanpa adanya Rasul.
Selasa, 20 Juli 2010
Senin, 12 Juli 2010
Proyeksi KEKHILAFAHAN Islam ~ by m iman taufiqurrahman
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al-Baqarah (2) ayat 30)
Allah SWT adalah Al-Maalik (Raja) semesta raya [3/189, 25/2], dalam pengertian, Dia-lah Penguasa Mutlak -yang segala Kehendak-Nya dipatuhi [3/26] secara pasrah (aslama) oleh- hamba-Nya baik secara otomatis (Karhan) atau sukarela (Thaou’an) [3/83].
Ketaatan yang otomatis adalah ketaatan yang dipersembahkan oleh alam semesta, sementara ketaatan yang sukarela dipersembahkan secara khusus oleh manusia. Oleh Karena itu dengan kehendak-Nya pulalah Allah Al-Maalik memberi kebebasan kepada manusia dalam memilih apakah ia mau taat pada kekuasaan Allah Al_Malikul Haqw, atau tidak, tentu dengan konsekwensi yang pasti ditanggung manusia itu sendiri . Legalitas makhluk ada ditangan’ Allah SWT.
Al-Maalik berarti “Pemegang Kedaulatan tertinggi” atas seluruh makhluk-Nya. Sehingga Allah SWT-lah yang menjadi Pemegang otoritas (hukum) tertinggi atas makhluk-Nya. Hanya Allah SWT-lah yang berhak menata alam ini dengan tatanan hukum Allah [18/29].
Allah SWT sebagai Rabbul Aalamin (pemilik otoritas mutlak di alam) menata alam ini dengan tatanan hukum-Nya sehingga melahirkan keteraturan yang harmonis [1/2, 67/1-3].
Allah SWT sebagai Rabbun Naas (pemilik otoritas mutlak atas manusia) telah menurunkan Al-Qur’an sebagai Kitab hukum untuk manusia [7/2-3, 6/114]. Sehingga seandainya manusia mau tunduk pada hukum Allah baginya -yaitu Al-Qur’an-, pasti akan lahir tatanan masyarakat yang teratur dan harmonis. Bahkan efek positif dari ketundukan terhadap hukum Allah tersebut akan membawa kesejahteraan sejati baik lahir maupun bathin dan keselamatan baik dunia hingga menembus kehidupan setelah mati (akhirat) [9/52].
Allah SWT sebagai Ilah Al-Aalamin (pemilik loyalitas mutlak seluruh Alam) dengan Kuasa dan kehendak-Nya telah menundukan alam ini semuanya. Tetapi khusus untuk manusia, Allah SWT -dengan Kehendak Agung-Nya- memberi kebebasan kepada manusia sehingga manusia dalam mentaati hukum-hukum Allah SWT tersebut mesti dengan ketaatan yang sukarela dan usaha (ikhtiyar) [53/39].
Inilah hakikat nilai-nilai theologis yang praktis dimana Allah SWT Sebagai Raja (Al-Malik) telah memberlakukan hukum perundang-undangan-Nya dalam Kerajaan-Nya, dan hamba-Nya –dalam kerajaan-Nya itu-, wajib secara teleologis mentaati tata aturan tersebut.
@@@
Kerajaan (Pemerintahan) Allah SWT itu, wilayahnya meliputi langit dan bumi [17/111]. Dan di Bumi, Mulkiyyah (pemerintahan) Allah ini di amanahkan kepada manusia dalam bentuk Khilafah [2/30], Dimana dalam khilafah / daulah tersebut diberlakukan Hukum-hukum Allah yang bersumber kepada Al-Qur’an sebagai sumber hukum tertinggi [5/48-50].
@@@
Sejak awal, manusia sudah diproyeksikan dan dikehendaki oleh Allah SWT sebagai Khalifah, dan manusia yang dimaksud adalah Nabi / Rasul (Adam AS) [2/30].
Hal ini telah memperjelas bahwa para Rasul adalah pemegang mandat (mandataris) Allah di muka bumi. Allah SWT menyebutkan bahwa para Rasul itu membawa dan menyelenggarakan kerajaa-Nya dengan berbagai term (istilah) seperti Khilafah [2/30, 24/55], Al-Mulku (kerajaan)[40/26-29, 38/35], Mulkan Adzhiman (kerajaan yang besar)[4/54], Sulthan Mubin (pemerintahan yang jelas)[14/59]. Mereka bertugas menyelenggarakan pemerintahan dan memberlakukan hukum Allah serta menuntut warga / rakyatnya untuk taat kepada tata aturan Allah yang diuselenggarakan oleh para Rasul.
Rasul berarti penyelenggara mulkiyyah Allah SWT dimuka bumi. Sehingga mendengar kata Rasul harus otomatis persepsi kita bukan pada sosok ‘tokoh spiritualis’ yang hanya membawa nilai-nilai spiritual dan ritual semata, tapi dia adalah sosok pemimpin pemerintahan Allah di muka bumi, yang berjuang untuk membawa kerajaan (pemerintahan) Allah tersebut pada kejayaannya, berkuasa hingga meliputi seluruh bumi ini. Sekaligus menghancurkan segala pemerintahan manusia yang menjadi rivalnya [48/28, 2/193].
Sejarah para Rasul berarti sejarah perjalanan dan perjuangan kekuasaan Islam bukan perjuangan dan perjalanan pribadi.
Pemerintahan manusia oleh Allah SWT disebut Thaguth, cirinya adalah pada siapa pemegang kedaulatan tersebut diserahkan. Jika pemegang kedaulatannya adalah manusia, baik manusia kebanyakan (demokrasi), maupun seorang raja (monarki), maka itu adalah Thaguth.
Atau dalam pemberlakuan hukum positifnya. Jika hukum yang diberlakukannya adalah hukum yang bersumber pada pikiran manusia bukan kepada wahyu Allah, maka itupun adalah pemerintahan Thaguth. Ketundukan dan penerimaan terhadap pemerintahan manusia berarti pengabdian (ibadah) kepada Thaguth dan itu berarti syirik yang besar, pelakunya adalah musyrik [2/256-257, 5/60, 39/17].
Pemerintahan manusia (thaguth) inilah yang akan dihancurkan sekaligus wilayahnya dikuasai oleh para rasul Allah.
Minggu, 11 Juli 2010
MANFAAT SEJARAH NABI ~by m iman taufiqurrahman
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.(QS Yusuf (12) ayat 111)
Sejarah memang tidak akan lepas dari tata urut cerita (kronologis), tetapi kronologis yang dikisahkan harus mencerminkan idiologi, pola, tahapan dan strategi perjuangan serta semangat (spirit) para Rasul dalam menegakan “kekuasaan Allah” di muka bumi.
Selama sejarah para Nabi / Rasul itu dipaparkan seperti paparan Al-Qur’an, maka sejarah tersebut akan memiliki “darah” atau manfaat yang luar biasa [11/120] yaitu:
1 - Peneguh Hati
2 - Standar Kebenaran
3 - Pengajaran
4 - Peringatan
Sejarah para Rasul pasti akan bermanfaat untuk meneguhkan hati, maksudnya adalah peneguh keyakinan Tauhid. Ini karena Sejarah para Nabi adalah sejarah Tauhid mulai dari visi, misi, substansi hingga aksinya tidak akan lepas dari fondasi dan koridor Tauhid. Artinya bahwa visi, misi, substansi hingga aksi perjuangan para Rasul Allah SWT ditentukan oleh Allah SWT, melaui bashirah (tuntunan)-Nya berupa wahyu[6/57, 53/3-4].
Karena perjalanan (sirah) para Rasul itu adalah semuanya bimbingan Allah SWT, maka logikanya seluruh perjalanan Rasul itu menjadi Sunnah (ketetapan Allah SWT) dalam perjuangan penegakan Risalah Islam. Dan Sunnah Rasul itu mengikat siapapun manusia yang bergerak menegakan Din Islam. Inilah makna Sejarah Rasul menjadi standar kebenaran. Kita ambil contoh bahwa para Rasul itu tidak ada satupun yang memperjuangkan Islam melalui “parlemen” thaguth.
Maka salah (bathal), jika ada ‘gerakan Islam’ (harokatul Islamiyyah), yang menggunakan parlemen thaguth sebagai methode perjuangannya guna mencapai cita suci tegak berdirinya serta kokoh berkuasanya Dinul Islam.
Sejarah para Rasul Allah SWT juga memberi pelajaran (mauidzah) berharga kepada ummat Islam agar senantiasa sabar, tegar, ikhlash, istiqamah, semangat, berani, optimis dalam memperjuangkan tegaknya Din Islam.
Sejarah para Rasul Allah juga memberi peringatan keras kepada Ummat Islam agar jangan sekali-kali khianat pada amanah perjuangan, pesimis, pengecut menghadapi musuh, lalai, lemah, indisipliner dan lain-lain.
M. Iman Taufiqurrahman
Sejarah memang tidak akan lepas dari tata urut cerita (kronologis), tetapi kronologis yang dikisahkan harus mencerminkan idiologi, pola, tahapan dan strategi perjuangan serta semangat (spirit) para Rasul dalam menegakan “kekuasaan Allah” di muka bumi.
Selama sejarah para Nabi / Rasul itu dipaparkan seperti paparan Al-Qur’an, maka sejarah tersebut akan memiliki “darah” atau manfaat yang luar biasa [11/120] yaitu:
1 - Peneguh Hati
2 - Standar Kebenaran
3 - Pengajaran
4 - Peringatan
Sejarah para Rasul pasti akan bermanfaat untuk meneguhkan hati, maksudnya adalah peneguh keyakinan Tauhid. Ini karena Sejarah para Nabi adalah sejarah Tauhid mulai dari visi, misi, substansi hingga aksinya tidak akan lepas dari fondasi dan koridor Tauhid. Artinya bahwa visi, misi, substansi hingga aksi perjuangan para Rasul Allah SWT ditentukan oleh Allah SWT, melaui bashirah (tuntunan)-Nya berupa wahyu[6/57, 53/3-4].
Karena perjalanan (sirah) para Rasul itu adalah semuanya bimbingan Allah SWT, maka logikanya seluruh perjalanan Rasul itu menjadi Sunnah (ketetapan Allah SWT) dalam perjuangan penegakan Risalah Islam. Dan Sunnah Rasul itu mengikat siapapun manusia yang bergerak menegakan Din Islam. Inilah makna Sejarah Rasul menjadi standar kebenaran. Kita ambil contoh bahwa para Rasul itu tidak ada satupun yang memperjuangkan Islam melalui “parlemen” thaguth.
Maka salah (bathal), jika ada ‘gerakan Islam’ (harokatul Islamiyyah), yang menggunakan parlemen thaguth sebagai methode perjuangannya guna mencapai cita suci tegak berdirinya serta kokoh berkuasanya Dinul Islam.
Sejarah para Rasul Allah SWT juga memberi pelajaran (mauidzah) berharga kepada ummat Islam agar senantiasa sabar, tegar, ikhlash, istiqamah, semangat, berani, optimis dalam memperjuangkan tegaknya Din Islam.
Sejarah para Rasul Allah juga memberi peringatan keras kepada Ummat Islam agar jangan sekali-kali khianat pada amanah perjuangan, pesimis, pengecut menghadapi musuh, lalai, lemah, indisipliner dan lain-lain.
M. Iman Taufiqurrahman
Sabtu, 10 Juli 2010
Sejarah Perjuangan atau Biografi Pribadi Muhammad? oleh: m iman taufiqurrahman
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. dan adalah Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (QS Al-Ahzab (33) ayat 40)
Apa kesan pertama kita jika mendengar nama Hitler? Atau Musolini? Atau Che Guevara?. Pasti mereka adalah sosok idiolog yang hidupnya digunakan total untuk memperjuangkan keyakinannya. Atau tokoh heroik yang berani melawan pemerintahan tiranik yang menindas.
Bandingkan kesan pertama kita ketika mendengar nama Nabi Ayub As, Zakariya AS, Isa AS, Adam AS atau Muhammad SAW. Pasti mereka adalah sosok suci sakral, yang saking sakralnya sampai tidak tersentuh oleh sifat sifat manusia biasa. Pasti tokoh peradaban yang penuh kasih sayang dan selalu mengalah. Pasti manusia sempurna yang tiada banding. Pasti pengajar yang ‘hanya’ mengajar nilai-nilai keluhuran budi (moral) tanpa ada upaya / gerakan perjuangan dan peperangan untuk menegakan keadilan Islam dalam struktur lembaga politik. Pasti “Pemimpin spiritual” yang tidak terkait dengan urusan politik Negara.
-----
Apa kesan pertama kita jika selesai membaca sejarah Hitler? -Terlepas dari setuju atau tidak dengan langkah dan idiologi Hitler-, pasti yang muncul adalah keinginan untuk meniru semangat (spirit) perjuangannya .
Apa Kesan pertama kita jika selesai membaca sejarah N. Muhammad?. Kagum dan pengagungan, yang melahirkan rasa sulit atau bahkan mustahil meniru beliau yang super suci nan sempurna.
@@@
Inilah kesan yang sulit dikesampingkan oleh manusia yang telah terdistorsi oleh cerita dan berita tentang tokoh-tokoh tersebut sebelumnya.
Mari periksa sejarah Muhammad SAW, seringkali kental dengan cerita tentang auto biografinya, siapa ibunya, siapa bapaknya, siapa datuknya, siapa pamannya, tanggal berapa ia lahir, meninggal dan menikah, siapa yang pernah menyusuinya, siapa saja istri dan anaknya, bagaimana performa fisik dan bajunya, bagaimana jalannya dan apa makanan kesukaannya?.
Kemudian pengagungannya kerap dibumbui oleh cerita palsu berbau mistik dan mitos dan perilaku yang diluar jangkauan kemanusiaannya.
Alhasil; Jika Hitler menjadi tokoh ‘manusia’ heroik, pejuang panutan. Tetapi Muhammad SAW menjadi tokoh ‘manusia setengah dewa’ yang sempurna, yang karakternya diatas manusia biasa, dan sulit / mustahil untuk ditiru.
@@@
Al-Qur’an adalah Kitab Allah bagi manusia, didalamnya ada kisah kisah para Nabi yang dipaparkan oleh Allah SWT dengan pemaparan terbaik (Ahsanul Qosos) [1], dan cerita yang benar (nabaul Haq)[2] .
Al-Qur’an memaparkan sejarah para Rasul Allah SWT secara manusiawi, karena para Rasul adalah manusia biasa [3]. Pernyataan Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa para Rasul adalah manusia biasa . Sehingga perlu pula Qur’an membuka beberapa contoh kekeliruan para (pejabat) Rasul untuk jadi pelajaran bahwa mereka adalah manusia biasa yang mungkin terkena salah.
Nabi Adam AS bersalah dengan memakan buah dari pohon terlarang di “jannah” [4], Nabi Yunus AS bersalah karena meninggalkan ummat dan wilayah juangnya [5] , Nabi Muhammad SAW ditegur karena menyepelekan Ummi maktum[6] atau mengharamkan madu dan lain-lain [7] .
Menceritakan kisah para Nabi / Rasul dengan dibumbui cerita mistik dan mitos hanya akan menghilangkan substansi dari sejarah sebagai kisah terbaik yang wajib ditiru (uswatun Hasanah) [8] dan bisa ditiru karena mereka adalah manusia biasa .
Al-Qur’an juga menceritakan para Rasul tidak bertele-tele; menerangkan tanggal-tanggal lahir, nikah dan matinya para rasul (tarikh) atau silsilah panjang mereka hingga beberapa keturunan diatasnya. Allah SWT menegaskan bahwa para Rasul itu diutus untuk: mengajak manusia mengabdi kepada Allah SWT (Tauhid) dan menentang, menjauhi serta meruntuhkan kekuasaan Thaguth [9] . Serta berjuang hingga titik darah penghabisan guna menegakan Din (Kekuasaan / pemerintahan) Allah dan mensirnakan musuh-musuhnya yang menghalangi tegaknya Din Islam[10] . Sehingga sejarah para Rasulpun diuraikan dengan fakta-fakta perjuangan menegakan Kalimah Tauhid serta semangat heroik dalam penegakannya, terutama dalam menghadapi pemerintahan Thaguth yang menghadangnya [11].
Sesungguhnya auto biografi seperti siapa ibu bapaknya, tanggal lahir, nikah dan matinya, siapa istri dan anaknya adalah data-data yang tidak bisa ditiru. Sementara Para Rasul itu secara substansial wajib ditiru (uswah hasanah).
Al-Qur’an juga menceritakan dengan seru bagaimana kiprah destruktif para penguasa thaguth dalam menghadang gerakan perjuangan para Rasul seperti Raja Fir’aun, Namrudz atau Abu Lahab serta para pendukungnya. Sekaligus juga memuat bagaimana usaha keras para Rasul dalam memerangi para penguasa thaguth tersebut. Sampai-sampai mereka memenjarakan, mengusir bahkan membunuh para Nabi / Rasul[12] .
Bagaimana Raja Mesir “Fir’aun” merencanakan pembunuhan kepada Musa AS [13] hingga Musa AS dikejarkejar untuk dibunuh sampai ke Laut Merah oleh Fir’aun dan angkatan perang-nya [14] . Bagaimana Raja Namrudz melemparkan Ibrahim AS kedalam lautan Api [15]. Bagaimana Penguasa Hijaz “Abu Lahab” mengancam Muhammad SAW [16] . Bagaimana Nabi Nuh AS dikecam (diteror) habis-habisan oleh penguasa tiranik [17], Bagaimana Pemerintahan yahudi begitu ambisius mencari Isa AS untuk disalib [18] , Bagaimana Daud AS dengan heroik melawan dan sekaligus menumbangkan kekuasaan raksasa kerajaan Zaluth (Goliat) [19] dan lain-lain .
Ini semua menunjukan bahwa “sejarah Para Rasul” dalam Al-Qur’an bukanlah sejarah biografi pribadi beliau tetapi sejarah perjuangan menegakan BALDAH THOYYIBAH WA ROBBUN GHAFUR dan menghancurkan kekuasaan Thaguth.
Tentu saja, tulisan sederhana ini tidak bermaksud menepis pentingnya biografi tokoh besar, tetapi bermaksud mengembalikan sejarah para Rasul dalam upayanya menegakan Kekuasaan Allah di muka bumi.
-----------------------
note:
[1] QS Yusuf (12) ayat 3: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.”
[2] QS Al-Kahfi (18) ayat 13: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk”
[3] QS Ibrahim (14) ayat 11: “Rasul-rasul mereka Berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. dan Hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.”
[4] Lihat QS Al-A’raf (7) ayat 19-25
[5] Lihat QS Al-Anbiya (21) ayat 87
[6] Lihat QS Abasa (80) ayat 1-4
[7] Lihat QS At-tahrim (66) ayat 1-2
[8] Lihat QS Al-Ahzab (33) ayat 21, QS Al-Mumtahanah (60) ayat 4
[9] Lihat QS Al-Anbiya (21) ayat 25 dan QS An-Nakhl (16) ayat 36
[10] Lihat QS Asy-syura (42) ayat 12-15, QS Al-baqarah (2) ayat 193
[11] Lihat QS Al-Anfal (8) ayat 30
[12] Lihat QS Al-anfal (8) ayat 30, QS Al-baqarah (2) ayat 61
[13] Lihat QS Al-Mukmin (40) ayat 26-29
[14] Lihat QS Al-Isra (17) ayat 103
[15] Lihat QS Al-anbiya (21) ayat 68-70
[16] Lihat QS Al-Lahab (111) ayat 1-4
[17 ] Lihat QS Al-Qamar (54) ayat 9-10
[18 ] Lihat QS An-Nisa (4) ayat 155-162
[19] Lihat QS Al-Baqarah (2) ayat 243-252
Apa kesan pertama kita jika mendengar nama Hitler? Atau Musolini? Atau Che Guevara?. Pasti mereka adalah sosok idiolog yang hidupnya digunakan total untuk memperjuangkan keyakinannya. Atau tokoh heroik yang berani melawan pemerintahan tiranik yang menindas.
Bandingkan kesan pertama kita ketika mendengar nama Nabi Ayub As, Zakariya AS, Isa AS, Adam AS atau Muhammad SAW. Pasti mereka adalah sosok suci sakral, yang saking sakralnya sampai tidak tersentuh oleh sifat sifat manusia biasa. Pasti tokoh peradaban yang penuh kasih sayang dan selalu mengalah. Pasti manusia sempurna yang tiada banding. Pasti pengajar yang ‘hanya’ mengajar nilai-nilai keluhuran budi (moral) tanpa ada upaya / gerakan perjuangan dan peperangan untuk menegakan keadilan Islam dalam struktur lembaga politik. Pasti “Pemimpin spiritual” yang tidak terkait dengan urusan politik Negara.
-----
Apa kesan pertama kita jika selesai membaca sejarah Hitler? -Terlepas dari setuju atau tidak dengan langkah dan idiologi Hitler-, pasti yang muncul adalah keinginan untuk meniru semangat (spirit) perjuangannya .
Apa Kesan pertama kita jika selesai membaca sejarah N. Muhammad?. Kagum dan pengagungan, yang melahirkan rasa sulit atau bahkan mustahil meniru beliau yang super suci nan sempurna.
@@@
Inilah kesan yang sulit dikesampingkan oleh manusia yang telah terdistorsi oleh cerita dan berita tentang tokoh-tokoh tersebut sebelumnya.
Mari periksa sejarah Muhammad SAW, seringkali kental dengan cerita tentang auto biografinya, siapa ibunya, siapa bapaknya, siapa datuknya, siapa pamannya, tanggal berapa ia lahir, meninggal dan menikah, siapa yang pernah menyusuinya, siapa saja istri dan anaknya, bagaimana performa fisik dan bajunya, bagaimana jalannya dan apa makanan kesukaannya?.
Kemudian pengagungannya kerap dibumbui oleh cerita palsu berbau mistik dan mitos dan perilaku yang diluar jangkauan kemanusiaannya.
Alhasil; Jika Hitler menjadi tokoh ‘manusia’ heroik, pejuang panutan. Tetapi Muhammad SAW menjadi tokoh ‘manusia setengah dewa’ yang sempurna, yang karakternya diatas manusia biasa, dan sulit / mustahil untuk ditiru.
@@@
Al-Qur’an adalah Kitab Allah bagi manusia, didalamnya ada kisah kisah para Nabi yang dipaparkan oleh Allah SWT dengan pemaparan terbaik (Ahsanul Qosos) [1], dan cerita yang benar (nabaul Haq)[2] .
Al-Qur’an memaparkan sejarah para Rasul Allah SWT secara manusiawi, karena para Rasul adalah manusia biasa [3]. Pernyataan Qur’an sendiri yang menyatakan bahwa para Rasul adalah manusia biasa . Sehingga perlu pula Qur’an membuka beberapa contoh kekeliruan para (pejabat) Rasul untuk jadi pelajaran bahwa mereka adalah manusia biasa yang mungkin terkena salah.
Nabi Adam AS bersalah dengan memakan buah dari pohon terlarang di “jannah” [4], Nabi Yunus AS bersalah karena meninggalkan ummat dan wilayah juangnya [5] , Nabi Muhammad SAW ditegur karena menyepelekan Ummi maktum[6] atau mengharamkan madu dan lain-lain [7] .
Menceritakan kisah para Nabi / Rasul dengan dibumbui cerita mistik dan mitos hanya akan menghilangkan substansi dari sejarah sebagai kisah terbaik yang wajib ditiru (uswatun Hasanah) [8] dan bisa ditiru karena mereka adalah manusia biasa .
Al-Qur’an juga menceritakan para Rasul tidak bertele-tele; menerangkan tanggal-tanggal lahir, nikah dan matinya para rasul (tarikh) atau silsilah panjang mereka hingga beberapa keturunan diatasnya. Allah SWT menegaskan bahwa para Rasul itu diutus untuk: mengajak manusia mengabdi kepada Allah SWT (Tauhid) dan menentang, menjauhi serta meruntuhkan kekuasaan Thaguth [9] . Serta berjuang hingga titik darah penghabisan guna menegakan Din (Kekuasaan / pemerintahan) Allah dan mensirnakan musuh-musuhnya yang menghalangi tegaknya Din Islam[10] . Sehingga sejarah para Rasulpun diuraikan dengan fakta-fakta perjuangan menegakan Kalimah Tauhid serta semangat heroik dalam penegakannya, terutama dalam menghadapi pemerintahan Thaguth yang menghadangnya [11].
Sesungguhnya auto biografi seperti siapa ibu bapaknya, tanggal lahir, nikah dan matinya, siapa istri dan anaknya adalah data-data yang tidak bisa ditiru. Sementara Para Rasul itu secara substansial wajib ditiru (uswah hasanah).
Al-Qur’an juga menceritakan dengan seru bagaimana kiprah destruktif para penguasa thaguth dalam menghadang gerakan perjuangan para Rasul seperti Raja Fir’aun, Namrudz atau Abu Lahab serta para pendukungnya. Sekaligus juga memuat bagaimana usaha keras para Rasul dalam memerangi para penguasa thaguth tersebut. Sampai-sampai mereka memenjarakan, mengusir bahkan membunuh para Nabi / Rasul[12] .
Bagaimana Raja Mesir “Fir’aun” merencanakan pembunuhan kepada Musa AS [13] hingga Musa AS dikejarkejar untuk dibunuh sampai ke Laut Merah oleh Fir’aun dan angkatan perang-nya [14] . Bagaimana Raja Namrudz melemparkan Ibrahim AS kedalam lautan Api [15]. Bagaimana Penguasa Hijaz “Abu Lahab” mengancam Muhammad SAW [16] . Bagaimana Nabi Nuh AS dikecam (diteror) habis-habisan oleh penguasa tiranik [17], Bagaimana Pemerintahan yahudi begitu ambisius mencari Isa AS untuk disalib [18] , Bagaimana Daud AS dengan heroik melawan dan sekaligus menumbangkan kekuasaan raksasa kerajaan Zaluth (Goliat) [19] dan lain-lain .
Ini semua menunjukan bahwa “sejarah Para Rasul” dalam Al-Qur’an bukanlah sejarah biografi pribadi beliau tetapi sejarah perjuangan menegakan BALDAH THOYYIBAH WA ROBBUN GHAFUR dan menghancurkan kekuasaan Thaguth.
Tentu saja, tulisan sederhana ini tidak bermaksud menepis pentingnya biografi tokoh besar, tetapi bermaksud mengembalikan sejarah para Rasul dalam upayanya menegakan Kekuasaan Allah di muka bumi.
-----------------------
note:
[1] QS Yusuf (12) ayat 3: “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran Ini kepadamu, dan Sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum Mengetahui.”
[2] QS Al-Kahfi (18) ayat 13: “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita Ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk”
[3] QS Ibrahim (14) ayat 11: “Rasul-rasul mereka Berkata kepada mereka: "Kami tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, akan tetapi Allah memberi karunia kepada siapa yang dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. dan tidak patut bagi kami mendatangkan suatu bukti kepada kamu melainkan dengan izin Allah. dan Hanya kepada Allah sajalah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal.”
[4] Lihat QS Al-A’raf (7) ayat 19-25
[5] Lihat QS Al-Anbiya (21) ayat 87
[6] Lihat QS Abasa (80) ayat 1-4
[7] Lihat QS At-tahrim (66) ayat 1-2
[8] Lihat QS Al-Ahzab (33) ayat 21, QS Al-Mumtahanah (60) ayat 4
[9] Lihat QS Al-Anbiya (21) ayat 25 dan QS An-Nakhl (16) ayat 36
[10] Lihat QS Asy-syura (42) ayat 12-15, QS Al-baqarah (2) ayat 193
[11] Lihat QS Al-Anfal (8) ayat 30
[12] Lihat QS Al-anfal (8) ayat 30, QS Al-baqarah (2) ayat 61
[13] Lihat QS Al-Mukmin (40) ayat 26-29
[14] Lihat QS Al-Isra (17) ayat 103
[15] Lihat QS Al-anbiya (21) ayat 68-70
[16] Lihat QS Al-Lahab (111) ayat 1-4
[17 ] Lihat QS Al-Qamar (54) ayat 9-10
[18 ] Lihat QS An-Nisa (4) ayat 155-162
[19] Lihat QS Al-Baqarah (2) ayat 243-252
Langganan:
Postingan (Atom)